03 May 2020

Sebelum Pagi Terulang Kembali


Bulan lalu tanpa sengaja saya menonton film di TVRI. Saya biasanya tidak tertarik berlama-lama menonton film, tapi malam itu saya merasa filmnya cukup bagus dan menarik.
Judulnya: Sebelum Pagi Terulang Kembali. 

Pemerannya antara lain Alex Komang, Nungki Kusumastuti, Maria Oentoe, Fauzi Baadilla, Ringgo Agus trus ada Joko Anwar juga jadi cameo hihihi. Saya menontonnya sampai habis, sendirian. Suami menemani sih.. tapi sambil lalu, tidak menonton 100%, ada ke kamar mandi lah, bikin ini lah bikin itu lah jadi ya diitungnya nonton sendirian lah ya meskipun saya dan suami sempet diskusi dikit juga tentang ceritanya.

Kenapa saya bisa tahan menonton sampai habis, mungkin karena ceritanya sesuai dengan realitas yang terjadi di negeri ini, korupsi, suap dan politikus busuk. Adegannya juga natural tidak terlihat artifisial atau dibuat-buat. Di akhir cerita saya baru tahu kalau film itu buatan KPK pada tahun 2014, saat KPK masih hidup sehat dan gesit menangkapi koruptor. Tidak seperti sekarang, yang katanya saja masih ada, namun sudah wafat..hiks sedih.

Hal yang menarik buat saya adalah, tokoh ayah (diperankan almarhum Alex Komang) yang selama hidupnya berusaha berada di jalan yang lurus dan jujur, tapi tidak bisa mengajak anak-anaknya bersikap serupa. Ironisnya justru si anak yang menyuap atasan si ayah untuk memperoleh tender proyek dan menyebabkan si ayah resign. Ini bisa terjadi karena sikap ayah yang kaku, kurang hangat yang menyebabkan komunikasi ayah-anak tidak terjalin dengan baik. Si ayah justru lebih dekat dengan sopirnya yang hampir seumuran dengan anak-anaknya.

Begitu juga dengan ibunya yang dosen filsafat (diperankan Nungki Kusumastuti). Meskipun ia mencurigai tingkah laku anaknya tapi ia tidak tegas mengutarakan sikapnya. Hal ini membuat saya gregetan, karena di kehidupan nyata saya kerap menemui hal yang serupa. Ibu yang tidak mau menegur anaknya, meskipun anaknya jelas-jelas melakukan perbuatan yang tidak semestinya.  Tokoh yang tegas dan kritis justru eyang mereka, yang selalu menegur dan menanyakan apabila melihat hal yang tidak sesuai dengan kewajaran. 

Satu lagi yang menarik buat saya adalah salah satu lagu yang mengalun saat eyang mereka meninggal. Musik awalnya mengingatkan saya akan musik band asal Islandia Sigur Ros, kemudian di tengah-tengah seperti membawa saya ke album Hopes and Fear-nya Keane. Kebetulan keduanya saya suka, pake banget. 

Di akhir film saya baru tahu kalau itu lagu yang saya suka itu judulnya Nasihat yang Baik, dari Melancholic Bitch grup musik indie asal Yogyakarta yang saya tidak pernah tahu mereka siapa, karena memang saya tidak pernah mengikuti perkembangan musik lagi hahaha. 

O,iya belakangan saya tahu dari mas google kalau film ini ternyata mendapat penghargaan piala Citra 2014 untuk Pengarah Sinematografi Terbaik Festival Film Indonesia. (Bisa dilihat di: https://g.co/kgs/8HhiNq )

2 comments:

  1. nonton tvri gara2 program belajar dari rumah (ninja)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya beneeer..hahaha tapi sebelum covid ini saya seneng juga sama acara tvri soalnya ada badminton 😁

      Delete