Saya tidak pernah mengingat-ingat awal mula menjadi
penggemar berat kopi hitam.
Karena samar-samar, untuk menulis blog ini pun saya harus kokoreh alias mengorek ngorek memori terlebih dulu.
Karena samar-samar, untuk menulis blog ini pun saya harus kokoreh alias mengorek ngorek memori terlebih dulu.
Hmm.. (mikir)
Sekian lama saya tercatat sebagai pengonsumsi setia kopi
instan sejuta umat yang saya ceritakan di postingan blog sebelumnya. Namun jika
sedang berpergian bersama suami, biasanya kami memilih membeli kopi murahan
diskonan di minimarket yang ada mesin kopinya itu. Kenapa, karena harga kopi
panasnya itu biasanya diskon jadi goceng sementara kopi lain 6rb hahahahaha..
cuma beda seribu padahal yaa. Ada yang bisa menebak minimarket apa?
Doi biasanya memilih varian café latte yaitu kopi + foam susu.
Sementara saya lebih suka menyeruput americano yaitu espresso+air, karena tidak
berani menambahkan susu yang bisa bikin perut saya protes. Awalnya saya selalu
menambahkan gula pada kopi americano saya.. tapi lama-lama kok lebih enak tanpa
gula ya, rasanya terasa lebih jujur! aiih bagaimana itu rasa jujur hahaha. Nah,
sejak saat itu saya jadi jarang menambahkan gula pada kopi hitam saya, termasuk
jika minum kopi di rumah.
Terungkap kan.. ternyata, awal mula saya suka kopi hitam itu karena nyoba kopi
gocengan guys, jadi saya nggak masuk level kopi snob dong meskipun suka kopi
hitam😜 (catet)
Di rumah, saya mengkoleksi kopi-kopi dari berbagai daerah,
tapi bukan kopi single origin seperti kopi Gayo, Toraja, Bali dan kopi lain
yang sekarang ngetren ya. Kopi-kopi lokal koleksi saya sih kopi produksi pabrik
kopi lokal misalnya Nefo Jambi, Djempol Kebumen, Liong Bulan Bogor, Sidikalang,
Lampung, Ulee Kareng, Obor Pontianak dan lain-lain. Biasanya kopi-kopi itu saya
peroleh dari teman maupun suami jika dinas keluar kota. Minumnya diseduh biasa
saja pake air mendidih atau biasa disebut kopi tubruk.
Selain diseduh biasa, kadang kopinya juga saya saring pake
kopi press kalau lagi males minum kopi yang berampas. Saya sengaja beli kopi kapal api yang ada
bonus kopi press nya supaya kopinya jernih bebas ampas trus kasih es batu deh, sedap diminum
siang-siang suegeeer dan bikin melek.
Suatu hari saya mencoba memesan kopi Aceh Gayo di salah satu
market place, menurut testimoninya kopi itu enak banget sehingga membuat saya
penasaran. Ternyata emang beneran enak dan harumnya sangat menggoda. Jenis roasting
yang paling pas buat saya adalah dark roast yang sesuai deskripsi penjualnya:
bold, bitter with no acidity. Tidak ada rasa asam sama sekali, karena saya
memang tidak suka rasa asam pada kopi yang terlalu kentara, sebaliknya kopi ini
menurut saya terasa gurih dan kopi banget.
Catatan:
Profil roasting Aceh Gayo (arabica) di tempat yang biasa saya beli:
- Dark Roast (bold, bitter with no acidity)
- Medium Dark Roast (low acidity)
- Medium Roast (medium acidity)
Terimakasih Suhu, kini kutau nikmatnya ngopi..��
ReplyDeleteWahahaha.. terimakasih sudah mampir, terimakasih juga atas kopi kopi enaknya
DeleteAku suka banget Ulee Kareng, tapi belum pernah coba kopi Liong Bulan. Di rumah juga kami sedia banyak jenis kopi gilingan, belinya di pasar Santa.
ReplyDeleteNah, anehnya daku kalo minum ulee kareng kok malah ngantuk ya? Kalo yg di pasar Santa cuma suka kopi tuku, belum pernah nyoba kopi gilingnya. Oiya, selain di Bogor, Liong Bulan ada di Depok juga katanya.. (siapa tau mampir hehehe)
Deletesama kayak aku, kopi item bikin ngantuk.. hehehehe.. depok lagi ketat psbb katanya gak tau sampe kapan.. aku pun gak berani kemana2 juga.. hehehe
DeleteKok menurutku kopi gayo masih asem ya?
ReplyDeleteIya kan beda-beda jenis roastingnya, yang ga asem itu yang dark.. mostly gayo itu asem krn roastingnya bukan dark
Delete