13 April 2005

/danau yang narsis

ketika Narcissus mati, dewi-dewi hutan muncul dan mendapati danau tadi, yang semula berupa air segar, telah berubah menjadi danau airmata yang asin.

"Mengapa engakau menangis?" tanya dewi-dewi itu.
"Aku menangisi
Narcissus," jawab danau.
"Oh, tak heranlah jika kau menangisi
Narcissus," kata mereka,"sebab walau kami selalu mencari dia di hutan, hanya kau saja yang dapat mengagumi keindahannya dari dekat."

"Tapi....indahkan
Narcissus?"tanya danau?
"Siapa yang lebih mengetahuinya dari pada engkau?"dewi-dewi bertanya heran.
"Di dekatmulah ia tiap hari berlutut mengagumi dirinya!

" Danau terdiam beberapa saat.
Akhirnya ia berkata: "Aku menangisi
Narcissus, tapi tak pernah kuperhatikan bahwa Narcissus itu indah.
Aku menangis karena, setiap ia berlutut ditepianku, aku bisa melihat, di kedalaman matanya, pantulan keindahanku sendiri."

diamante said:
mmm...
prolog Sang Alkemis -(c)Paulo Coelho- ini cukup menohok...
bahwa narsisme bukan hanya milik Narcissus,
bahwa narsisme ada dimana-mana

2 comments:

  1. Prolog ini memang cukup menohok :) Meski aku masih bingung apa kaitannya dengan kisah Santiago mengejar mimpinya.

    Menurutku sih, narsis yang dipahami dari ilmu kejiwaan dengan narsis yang dijadikan ejekan dalam pergaulan itu beda. Narsis dalam ilmu jiwa itu udah narsis yang parah banget, sedang narsis bahasa gaul tidak sampai seperti itu.

    Rasa bangga akan diri sendiri itu harus ada dong. Kalo kita nggak punya itu, wah jadi apa kita. Mau tampil nggak pede, mau nunjukin kemampuan nggak yakin bisa. Bisa2 jatuh jadi orang yang merasa tidak berharga :( Bener, narsis yang ini memang sekedar untuk menunjukkan eksistensi kita, bahwa kita ada, punya kemampuan, dan plis hargai kami :)

    Ya pokoknya jangan kelewatan aja deh.

    ReplyDelete
  2. Prolog ini memang cukup menohok :) Meski aku masih bingung apa kaitannya dengan kisah Santiago mengejar mimpinya.

    Menurutku sih, narsis yang dipahami dari ilmu kejiwaan dengan narsis yang dijadikan ejekan dalam pergaulan itu beda. Narsis dalam ilmu jiwa itu udah narsis yang parah banget, sedang narsis bahasa gaul tidak sampai seperti itu.

    Rasa bangga akan diri sendiri itu harus ada dong. Kalo kita nggak punya itu, wah jadi apa kita. Mau tampil nggak pede, mau nunjukin kemampuan nggak yakin bisa. Bisa2 jatuh jadi orang yang merasa tidak berharga :( Bener, narsis yang ini memang sekedar untuk menunjukkan eksistensi kita, bahwa kita ada, punya kemampuan, dan plis hargai kami :)

    Ya pokoknya jangan kelewatan aja deh.

    ReplyDelete